BANGKIT DARI KEGAGALAN (Nabila Febriany J.H.)
Sore ini aku mengurungkan niatku untuk pulang ke rumah. Masih dengan menggunakan baju sekolah putih biru, aku berjalan menuju taman yang tak jauh dari sana. Aku duduk di kursi yang sudah memang tersedia di sana. Pusing yang ku dapatkan saat memikirkan nilai yang aku dapatkan saat ujian akhir semester satu.
“Masih sama tidak ada yang berubah.” Gumamku, saat melihat selembar kertas yang berisikan nilai-nilaiku dalam satu semester ini.
Aku frustasi, lelah, dan tak puas dengan nilai yang aku dapat. Tak ada satupun nilai yang di atas KKM, rata rata hanya 70 ke bawah. Terkadang aku berfikir, untuk apa sih aku belajar? Untuk apa aku berjuang dan berusaha demi mendapatkan nilai sempurna? Padahal ujung-ujungnya juga sia-sia.
“Kita nggak tau kedepannya bakal gimana, tapi… kalau kamu mau berusaha lebih serius lagi ke depannya pasti lebih mudah!”
Perkataan Fira, temanku, masih sangat jelas ku ingat. Aku menundukkan kepalaku lalu menutup kedua mataku, mencoba menetralkan pikiranku yang sedang kacau. Selang beberapa menit aku mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat ke arahku. Perlahan aku membuka kedua mataku dan mendongak melihat siapa yang datang, dan ternyata itu adalah Fira, orang yang akhir-akhir ini selalu menyemangatiku.
Fira masih menggunakan seragam sekolah sama sepertiku. Tangannya terulur mengambil kertas yang aku genggam.
Ia tersenyum lalu berucap, “Dengerin aku yah…….” Fira menjeda ucapannya.
“Dengan kegagalan, kita jadi tau bahwa bukan kekuatan kita untuk mengatur semua ini. Dengan kegagalan, paling nggak kita tau diri dan nggak ‘ujub. Dan dengan kegagalan kita jadi sadar bahwa we can survive it all. Kita masih bernafas, kita masih bisa membuat pilihan dan kita masih bisa membuat pilihan.”
Kali ini perkataan Fira membuatku bungkam. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku sambil memainkan jari-jariku.
“Kita seharusnya paham, bahwa kita nggak bisa selalu jadi yang sempurna dan kita nggak selalu tahu mana yang terbaik untuk kita. Tapi terkadang apa yang terjadi memang yang terbaik untuk kita. Whether we like it or not!” Ucap Fira sekali lagi diiringi dengan senyum yang sangat hangat dan tulus. Aku tak tinggal diam, aku membalas senyumannya.
“Terima kasih, Fir. Karena sudah menyemangatiku,” ujarku berterima kasih.
Dengan senyum lebar, Fira mengangguk senang, “Sama-sama, gagal tuh gapapa yang nggak boleh tuh nyerah, jalani semampumu, nikmati seadanya dan syukuri segalanya. Semangat, yah! Masih ada semester dua.”
Mulai dari sini aku sadar bahwa semua manusia pasti pernah mengalami kegagalan. Kini aku tau bahwa semua butuh proses apapun itu. Karena, pada dasarnya manusia dilahirkan untuk berjuang, berjuang, dan berjuang.
Kini aku bangkit dari kegagalan, aku akan berjuang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai yang terbaik demi masa depan dan demi orang tua yang sedang menanti kepulanganku dengan hasil yang membanggakan. Takkan ku kecewakan mereka. Demi kebahagiaan orang tua dan demi masa depan yang cerah.