September 24, 2023

“Kesadaran (bewustzijn) Berkonstitusi dalam 3M”

0

Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya.

Konstitusi bisa berbentuk tertulis yang disebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD) dan bisa berbentuk tidak tertulis yang disebut dengan Konvensi (Sari, 2018, p. 46). Konvensi berarti aturan yang didasarkan pada kebiasaan dan dijalankan dalam praktik ketatanegaraan (Faris, 2021, p. 6).

Indonesia mempunyai Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencegah tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan jabatan yang berimbas pada tercapainya keadilan bagi rakyat. Sehingga dapat dikatakan bahwa konstitusi menempati hierarki tertinggi dalam rumpun perundang-undangan, Constitutie is de hoogste wet.

Istilah konstitusi berasal dari kata “constituer” (Perancis) yang berarti “membentuk”, membentuk suatu negara dengan komposisi asas segala aturan yang berkaitan dengan negara (Projodikoro, 1989, p. 10). Sedangkan dalam Belanda menggunakan bahasa “grondwet” yang bermakna bahwa hukum menjadi dasar (grond) dari segala undang-undang, dan Indonesia menggunakan kata “grondwet” yang mencerminkan bahwa hukum menjadi landasan dasar terlaksananya sebuah aturan (Gavriella, 2022). 

Konstitusi secara tertulis memang memuat norma dan pedoman konstitusional bagi warga (rakyat banyak) dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi secara tersirat juga diaktualisasikan sebagai bentuk kesadaran untuk menginternalisasi dalam perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi rakyat selaku pemegang kedaulatan tertinggi.

Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi mewujudkan pemerintahan rakyat yang berdaulat (democratic state). Nomenclatur demokrasi terdiri dari dua suku kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti pemerintahan (Marzuki, 2009, p. 20).

Rakyat harus sadar (bewustzijn atau batiniah) dalam menghayati, mematuhi dan mengimplementasikan (3M) aturan konstitusi dengan berperilaku sadar konstitusi, mengetahui hak dasar dan HAM-nya selaku pemegang kedaulatan, serta hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Kedaulatan yang dimiliki rakyat termaktub dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang memuat dua esensi, frasa ‘kedaulatan berada ditangan rakyat’ terkandung pengakuan akan keberadaan pemerintahan rakyat yang berdaulat dan frasa ‘dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar’ dalam artian prinsip konstitusionalime.

Pada dasarnya kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat harus patuh dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Maka rakyat dengan kedaulatannya tidak boleh melakukan hal-hal diluar konstitusi dalam hal ini adalah Undang-Undang.

Pada prinsipnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi secara keseluruhan (penggantian konstitusi).

Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat .

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan negara demokrasi yang berdasarkan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Ulum & Al-Farizi, 2009, p. 83).

Menurut konsep negara hukum, Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” maka kegiatan penyelenggara negara dan warga negara harus dilakukan atas dasar hukum dan dalam koridornya, konstitusi dikendalikan melalui praktik oleh semua pejabat negara ( dan semua warga negara dengan cara menjalankan wewenang, hak, dan kewajiban konstitusionalnya (Sukriono, 2016, p. 276).

Pernyataan di atas jelas dan tegas bahwa hak berkonstitusi adalah milik seluruh warga negara tidak hanya sebatas milik para pejebat negara, Presiden, MPR dan DPR. Ini sebagai tameng kita, warga negara bila mana hak konstitusi rakyat dilanggar atau dicederai oleh satu pihak maka negara, dalam hal ini MK akan menjamin konstitusi kita sebagai warga negara. Maka dari sini diperlukannya kesadaran berkonstitusi.

            Dalam perspektif hukum, kesadaan berkonstitusi adalah bagian dari kesadaran hukum yang bersama isi/substansi hukum (konstitusi) dan pemegang peran (struktur) yaitu aparat negara atau penyelenggara negara merupakan komponen-komponen utama dalam system hukum. Eefektif atau tidaknya hukum (konstitusi) dalam suatu masyarakat atau negara.

            Dalam kaitannya dengan aspek konstitusionalitas, perbuatan dan tindakan perlu diselaraskan dengan konstitusi dan konstitusionalisme yang merupakan paham berkonstitusi warga negara. Tentu hal tersebut tidak mudah dan waktu yang singkat, maka kesadaran berkonstitusi perlu dibangun dengan faktor substansi (isi konstitusi), struktural (apparat penyelenggara negara) dan kultural (kesediaan masyarakat) untuk berkonstitusi merupakan komponen yang dikelola secara simultan dan terus menerus (Sukriono, 2016, p. 282).

Daftar Pustaka

Faris, S. (2021). Konstitusi di Indonesia. 1-10.

Gavriella, A. (2022). Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Konstitusi. Surabaya: Essay Mahkamah Konstitusi.

Marzuki, L. (2009). Kesadaran Berkonstitusi dalam kaitan Konstitualisme . Jurnal Konstitusi : Vol.6 No.3, 19-23.

Projodikoro, W. (1989). Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Sari, I. (2018). Konstitusi Sebagai tolak Ukur Eksistensi Negara Hukum Modern. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara : Vol.9 No.1, 40-61.

Sukriono, D. (2016). Membangun Kesadaran Berkonstitusi terhadap Hak-hak Konstitusional Warga Negara Sebagai Upaya Menegakkan Hukum Konstitusi . Jurnal Legislasi Indonesia : Vol. 13 No.3, 2773-284.

Ulum, M. B., & Al-Farizi, D. (2009). Implementasi dan Implikasi Putusan MK terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia. Jurnal Konstitusi Vol.6 No.3, 83-100.

Oleh : Mohammad Asadul Ibad (A9 – 2281130430)

Mahasiswa Program PJJ PAI,

Matakuliah : Pendidikan Pancasilan dan  Kewarganegaraan,

Dosen Pengampuh : Wisnu Hatami, M. Pd.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *